Masukkan apa yang anda cari di bawah ini

Monday, April 23, 2007

Cicil Mobil Bebas Bunga

Kebutuhan untuk memiliki kendaraan sendiri bagi sebuah keluarga semakin lama semakin meningkat. Sepertinya hal ini juga berhubungan dengan kebutuhan akan perumahan. Kebutuhan akan rumah yang sangat tinggi membuat harga rumah menjadi semakin mahal. Bagi keluarga muda yang ingin memiliki rumah sendiri, mau tidak mau harus memilih lokasi perumahan yang sedikit lebih jauh di pinggiran kota dimana harganya bisa lebih murah.

Karena untuk mendapatkan rumah yang murah berarti harus rela dengan lokasi yang jauh, maka kebutuhan akan kendaraan pun menjadi semakin tinggi. Semakin murah rumah, biasanya juga semakin jauh lokasinya. Dan semakin jauh lokasinya, semakin besar pula kebutuhan akan kendaraan. Baik itu mobil ataupun sepeda motor.

Tentu saja cukup berat untuk bisa membeli kendaraan secara tunai, apalagi kendaraan berupa mobil yang harganya sama mahalnya dengan harga rumah. Itu berarti kita lagi-lagi perlu membelinya secara mencicil saja. Dan kalau yang namanya beli cicil, biasanya kena bunga. Dan yang namanya bunga, tentu saja tidak diperbolehkan untuk umat Islam.

Lalu bagaimana dong solusinya? Jangan khawatir, bank syariah sudah bisa memberikan jawaban akan masalah ini. Tidak mau kalau dengan bank konvensional atau perusahaan leasing, bank syariah juga punya produk untuk pembiayaan kepemilikan kendaraan sendiri. Baik itu kendaraan berupa sepeda motor maupun mobil.

Kalau di bank konvensional, kita sudah biasa dengar yang namanya KPM atau Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor. Sesuai dengan namanya, transaksinya adalah kredit. Yaitu kita meminjam uang dari bank untuk membeli kendaraan, selanjutnya hutang tersebut dibayar kembali dengan ditambah bunga. Tambahan berupa bunga inilah yang bermasalah dalam syariat Islam. Begitu juga kalau kita mencicil kendaraan di perusahaan multifinance, transaksinya adalah sewa-beli. Yaitu kita menyewa kendaraan selama beberapa waktu dan membelinya di akhir periode. Harga sewanya dihitung dengan menggunakan bunga, dan kalau terlambat bayar dikenakan juga bunga tambahan.

The Syariah Way

Beda halnya kalau datang ke bank syariah, kita bisa beli kendaraan dengan mencicil bebas bunga. Tapi jangan salah kaprah, bebas bunga bukan berarti harganya sama dengan harga beli tunai. Maksudnya bebas bunga adalah tidak ada tambahan keuntungan berupa bunga. Bank syariah mengambil untung dengan cara jual beli atau dari biaya sewa, bebas bunga dan lebih berkah.

Ada dua macam traksaksi atau akad yang bisa diterapkan oleh bank syariah untuk pembiayaan kendaraan. Akad pertama yaitu akan murabahah atau jual beli tangguh. Dan yang kedua yaitu akad Ijarah Muntanhia BitTamlik (IMBT) atau akad sewa menyewa dengan perjanjian perpindahan hak milik, atau untuk gampangnya sebut saja ini sebagai leasing syariah.

Untuk akad IMBT, transaksinya mirip dengan leasing konvensional. Hanya saja pada IMBT tidak ada mekanisme bunga yang berlaku untuk pembayaran sewa dan denda. Sedangkan untuk akad murabahah, akadnya sama saja dengan akad murabahah untuk rumah yang sudah kita bahas beberapa bulan yang lalu.

Contoh kasus berikut bisa memberikan gambaran yang lebih ditel lagi mengenai hal ini:

Adit adalah seorang supervisor yang lebih banyak bekerja di lapangan untuk mengawasi bawahannya. Untuk menunjang pekerjaannya tersebut, ia membutuhkan sebuah mobil. Dengan penghasilannya yang Rp 10 juta per bulan, ia sudah menghitung bahwa ia bisa menyisihkan Rp 2 juta – Rp 3 juta per bulan untuk mencicil mobil. Ia pun mulai melakukan survey ke beberapa dealer mobil dan menemukan beberapa pilihan kendaraan yang cocok untuknya.

Setelah itu ia datang ke bank syariah dan mengajukan pembiayaan untuk pembelian sebuah mobil yang diidamkannya. Tidak lupa tentunya ia melengkapi juga syarat-syarat yang diperlukan yaitu identitas dirinya seperti fotokopi KTP Adit sendiri & istrinya, Surat Nikah, Kartu Keluarga, dll. Lalu bukti penghasilannya berupa slip gaji 2 bulan terakhir beserta bukti pemotongan pajak oleh perusahaan dan rekeningnya di bank. Serta tentunya tipe kendaraan yang diinginkannya beserta daftar harga yang dikeluarkan oleh dealer.

Setelah menilai kelayakannya, bank lalu meminta komitmen keseriusan Adit yaitu dengan memintanya untuk membayar uang muka sebesar Rp 20 juta untuk mobil Avanza Rp 100 juta yang diinginkannya. Mereka pun lalu menyepakati margin bank sebesar 50% untuk jangka waktu 5 tahun. Ini artinya, bank membeli Avanza dari dealer seharga Rp 100 juta dan menjualnya lagi pada Adit seharga Rp 20 juta dimuka, ditambah Rp 120 juta dicicil selama 60 bulan. Berikut ini perhitungannya:

Harga mobil dari dealer : Rp 100 juta
Uang muka Adit : Rp 20 juta -
Pembiayaan bank : Rp 80 juta
Margin bank (80 juta x 50%) : Rp 40 juta +
Saldo hutang Adit ke Bank : Rp 120 juta

Cicilan (60 bulan) : Rp 120 juta = Rp 2 juta/bulan= 60 bulan

Selain uang muka, biasanya juga ada biaya tambahan seperti asuransi, provisi, administrasi dan lain sebagainya yang harus ditanggung oleh Adit.

Syarat & kelangkapan administrasi:

Biasanya bank hanya akan menyetujui pembiayaan untuk karyawan yang sudah bekerja sebagai karyawan tetap setidaknya selama 2 tahun dengan gaji bulanan setidaknya 3 kali lipat dari cicilan. Sedangkan untuk pengusaha, bank hanya mau jika usahanya punya kelengkapan dokumen usaha dan perizinan. Begitu juga dengan pekerja profesional, ia harus punya sertifikasi yang diperlukan dan izin praktek.

Pada dasarnya, ada beberapa persyaratan dan kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi oleh seorang konsumen yang ingin mendapatkan pembiayaan. Tentu saja ini adalah yang umum-umum saja, karena setiap bank biasanya juga punya kebijakan sendiri yang bisa jadi berbeda-beda.

* Identitas diri dan pasangan

Untuk seseorang yang sudah berkeluarga, pembiayaan yang diajukan harus atas persetujuan bersama. Maka dokumen yang dibutuhkan diantaranya yaitu foto kopi KTP sendiri & pasangan, surat nikah, kartu keluarga, dan surat persetujuan dari pasangan.
* Bukti bekerja dan penghasilan
Untuk karyawan, bank akan meminta surat keterangan bekerja atau SK Pengangkatan dari perusahaan. Dan tentu saja slip gajinya. Sebagai pendukung, bank juga biasanya minta foto kopi buku tabungan atau rekening koran di bank.
* Bukti usaha/praktek profesi
Untuk pengusaha: SIUP, Domisili, TDP, dll. Untuk pekerja mandiri: Sertifikasi profesi, izin praktek, dll.
* NPWP
Untuk pembiayaan diatas Rp 50 juta, harus memiliki NPWP. Kecuali karyawan, cukup dengan bukti pemotongan pajak oleh perusahaan.
* Jaminan/agunan
Untuk pembiayaan tertentu, bank bisa meminta agunan/jaminan tambahan. Sedangkan untuk pembiayaan kendaraan, agunannya cukup kendaraan itu sendiri. Itulah makanya bank akan menyimpan BPKB kendaraan tersebut sampai cicilannya lunas.
Salam
Ahmad Gozali


Dikutip dari Majalah Alia

Read More......

Tuesday, April 17, 2007

Tiga Langkah Jitu Lunasi Kartu Kredit

Pada saat ini, kartu kredit sudah menjadi alat pembayaran yang cukup sering digunakan di masyarakat. Namun demikian, banyak diantara pengguna kartu kredit yang terjebak dalam pemakaiannya. Sebetulnya, tak ada masalah dengan kartu kredit itu sendiri. Yang jadi masalah disini adalah kalau pemakaian kartu kredit itu tidak sesuai dengan apa yang sudah disarankan, bahkan oleh penerbit kartu kredit itu sendiri.

Sekarang, apakah Anda adalah satu dari sekian orang yang punya masalah dengan pemakaian kartu kredit? Untuk mengetahuinya, lihat apakah salah satu kondisi dibawah ini mirip dengan keadaan Anda sekarang:

# Saldo hutang kartu kredit Anda sudah mendekati batas.
# Anda selalu membayar tagihan kartu kredit Anda dari uang yang seharusnya digunakan untuk tujuan lain.
# Anda suka terlambat membayar tagihan.
# Anda ditelepon oleh bank penerbit untuk segera membayar tagihan, atau Anda didatangi oleh seorang yang ramah yang berprofesi sebagai debt collector.
# Anda menunda kunjungan ke dokter, menunda pembelian pulsa isi ulang, menunda ini dan itu, semua hanya karena anggaran keuangan Anda sangat ketat.
# Bila Anda di-PHK atau kehilangan penghasilan, maka Anda tidak akan bisa melunasi tagihan kartu kredit Anda. Jika salah satu dari kondisi diatas mirip dengan apa yang Anda alami sekarang, maka bisa jadi keuangan Anda sedang mengalami masalah yang sangat serius. Karena itu, saya akan memberikan tiga langkah agar Anda bisa keluar dari hutang-hutang kartu kredit itu.

LANGKAH 1 : BAYAR, BAYAR, BAYAR

Suatu hari di bulan Januari lalu, seorang ibu muda bernama Tuti, 29 tahun, datang ke tempat saya dengan membawa persoalannya. Sebagian besar yang ingin ia bicarakan adalah masalah pengelolaan anggarannya, yaitu bagaimana mengatur pemasukan dan pengeluarannya (ibu muda ini punya penghasilan tidak sampai Rp 2 juta). Setelah itu, pembicaraan kami juga menyinggung mengenai masalah kartu kreditnya. Ia punya tiga kartu kredit, yang masing-masing memiliki saldo hutangnya sendiri-sendiri. Setiap bulan, ia biasa membayar minimum untuk masing-masing tagihannya. Pada saat ini saldo hutangnya sebesar hampir Rp 1,5 juta.

"Apakah pada saat ini Anda punya uang untuk membayar semua itu?"

"Maksud Anda, bayar lunas, begitu?" tanyanya.

"Betul, bayar lunas."

Tuti ragu sebentar. "Yah, ada, sih.", katanya.

"Tapi?" tanya saya.

"Tapi itu."

"Tapi apa?" tanya saya.

"Tapi nggak seberapa."

"Oh, ya?" kata saya sambil melihat lagi ke jumlah tagihannya. "Berapa uang tunai yang Anda miliki sekarang?"

"Sekitar Rp 1 juta. Itu juga untuk persediaan dana cadangan."

Saya berpikir, kalau dia membayar tagihan kartu kreditnya dengan uang yang ada sekarang, maka ia tidak akan punya sisa untuk persediaan dana cadangannya. Dana cadangan sebesar Rp 1 juta saja tidak cukup besar, apalagi kalau uang itu masih dipakai untuk membayar tagihan kartu kredit.

"Begini saja" kata saya. Saya lalu mengambil sebuah kertas, dan membuat empat kolom. Pada kolom pertama, saya memintanya menulis nama dari masing-masing bank penerbit kartu kreditnya. Pada kolom kedua, saya minta ia untuk menulis jumlah yang masih menjadi hutangnya pada setiap kartu. Pada kolom ketiga, saya minta ia menulis berapa suku bunga yang dibebankan oleh masing-masing bank penerbit. Di kolom keempat, saya memintanya menulis berapa pembayaran minimal yang harus ia bayar pada setiap tagihan. Dibawah ini adalah hasilnya:

Bank Penerbit --- Saldo Hutang --- Suku Bunga --- Jumlah Pembayaran Minimal
Bank A --------------- 529.100 --------------- 2,75% --------------- 52.910
Bank B --------------- 717.513 --------------- 2,50% --------------- 71.752
Bank C --------------- 203.000 --------------- 3,10% --------------- 50.000
Jumlah ------------ 1.449.613 -------------------------------------- 174.662

Pertama-tama, Anda bilang bahwa Anda tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan ini secara lunas. Betul?"

"Betul."

"Kalau begitu, kita akan mencicil saja," kata saya. "Berapa penghasilan Anda setiap bulan?"

"Rp 1,8 juta per bulan."

"Oke. Apa yang harus Anda lakukan sekarang adalah dengan menyisihkan jumlah uang tertentu setiap bulan, untuk digunakan membayar Tagihan Kartu Anda. Tentunya, jumlah itu harus lebih besar daripada jumlah yang harus Anda bayar untuk pembayaran minimum Anda."

"Minimum saya Rp 175 ribu."

"Kalau begitu, Anda harus menyisihkan jumlah yang lebih besar dari pembayaran minimum Anda. Ini supaya hutang Anda bisa cepat habis, sehingga Anda tidak akan terus menerus terkena bunga. Bukan begitu?"

Tuti mengangguk. Disini ia setuju dengan saya.

"Berapa yang harus saya sisihkan setiap bulan?" tanyanya.

"Terserah Anda," kata saya. "Dua ratus, tiga ratus, makin besar makin baik. Tapi saran saya, coba saja Anda sisihkan sebesar 30 persen dari penghasilan Anda."

Tuti berpikir sebentar. "Penghasilan saya sekitar Rp 1,8 juta sebulan."

Saya menghitung di kalkulator. "Tigapuluh persennya berarti Rp 540 ribu per bulan"

"Hah!!???" Tuti melongo.

"Besar sekali. Masak sebesar itu yang harus saya sisihkan untuk membayar hutang?"

"Anda mau cepat habis tidak hutangnya? Kalau hutang itu tidak cepat habis, Anda akan terus kena bunga. Kuncinya disini adalah bahwa hutang Anda harus dibuat makin kecil dan makin kecil."

Tuti berpikir sebentar. "Okelah"

"Terus bagaimana pembagiannya?" kata Tuti lagi. "Apa saya harus bagi uang Rp 540 ribu untuk membayar semua kartu secara sama besar?"

"Tidak, Bu Tuti. Begini. " kata saya. "Pertama-tama, bayar semua kartu Anda secara minimal."

Tuti melihat lagi ke kertasnya. "Itu berarti, total adalah Rp 174.662."

"Betul. Sekarang berapa sisanya? Rp 540.000 dikurang 174.662?"

Tuti menghitung di kalkulatornya. "Rp 365.338"

"Oke gunakan sisa uang Rp 365.338 itu untuk digunakan membayar kartu yang suku bunganya paling besar."

"Lho bukan yang saldo hutangnya paling besar?"

"Bukan, Bu Tuti. Yang suku bunganya paling besar."

Tuti menoleh ke kertasnya. Kartu yang suku bunganya paling besar adalah yang di Bank C. Bunganya 3,10 persen per bulan.

"Kebanyakan orang mengira bahwa prioritas pertama harus ditujukan ke kartu yang saldo hutangnya paling besar. Sebetulnya tidak, prioritas pertama harus ditujukan ke kartu yang men-charge suku bunga yang paling besar. Ini karena suku bunga adalah biaya yang harus Anda bayar. Jadi, wajar kalau Anda membayar kartu yang suku bunganya paling besar terlebih dahulu." Kata saya.

Tuti berpikir sebentar.

"Tapi kartu saya yang C ini saldo hutangnya adalah Rp 203.000. Padahal jatah sisa uangnya tadi Rp 365 ribu"

"Masih ada sisa berarti," kata saya.

"Dikemanain, nih, sisanya?" tanyanya.

"Untuk membayar kartu yang membebankan suku bunga besar berikutnya," kata saya.

Demikian pembaca. Tuti akhirnya bisa menghabiskan hutang kartu kreditnya dalam waktu empat bulan. Sebagai alternatif, bila Tuti ingin membayar kartu kreditnya secara penuh, ia juga bisa mencari aset lain yang ia miliki untuk bisa dijual, dan uangnya bisa digunakan untuk membayar hutang-hutangnya.

Jadi pembaca, bayar tagihan kartu Anda secara lunas. Kalau Anda tidak punya uang, cari aset apa yang bisa Anda jual untuk membayar tagihan itu. Ini karena tagihan Anda akan berbunga, dan bunga itu akan berbunga lagi. Begitu seterusnya. Semua aset yang Anda miliki harus digunakan untuk meringankan - bahkan menghapus - hutang Anda. Bila Anda tidak bisa membayar tagihan Anda secara lunas, maka anggarkan sekitar 30 persen dari penghasilan Anda setiap bulan, dan gunakan itu untuk membayar tagihan kartu kredit Anda secara minimal, dan gunakan sisanya untuk membayar kartu yang suku bunganya paling besar.

LANGKAH 2 : GALI LUBANG TUTUP LUBANG

Bayar tagihan Anda dengan mengambil hutang baru. Ini populer dengan sebutan "gali lubang tutup lubang." "Wah, Pak Safir nggak bener nih," begitu mungkin pikir Anda. "Masak saya harus nutup utang dengan berhutang lagi pada yang lain," begitu pikir Anda lagi.

Saya ingatkan disini bahwa tujuan strategi "gali lubang tutup lubang" adalah untuk meringankan beban hutang Anda. Strategi ini tidak akan membuat saldo hutang Anda berkurang, tapi meringankan beban bunga yang harus Anda bayar. Jadi, strategi ini bisa digunakan tidak hanya dalam membayar hutang kartu kredit, tetapi juga dalam hutang-hutang Anda yang lain. Strategi "gali lubang tutup lubang" akan efektif asalkan ada dua syarat yang terpenuhi:

1. Jumlah pinjaman Anda yang baru TIDAK LEBIH dari saldo pinjaman Anda yang lama.
2. Suku bunga dari pinjaman Anda yang baru HARUS LEBIH KECIL daripada suku bunga pinjaman yang saat ini sedang Anda bayar.
Lihat, gali lubang tutup lubang tidak selalu jelek, kan? Dengan memenuhi kedua syarat tersebut diatas, maka Anda bisa meringankan beban hutang Anda. Begitu juga dalam pemakaian kartu kredit.

Bagaimana prakteknya dalam pembayaran kartu kredit Anda? Kalau Anda punya saldo hutang kartu kredit, maka pada saat ini ada beberapa bank yang menawarkan jasa pemindahan saldo hutang dengan suku bunga yang lebih kecil. Dimana disini Anda bisa memindahkan saldo hutang kartu kredit Anda kepada bank tersebut, dan untuk selanjutnya Anda cukup membayar tagihan itu dengan suku bunga yang lebih rendah dibanding suku bunga pada kartu kredit Anda. Jadi, keuntungannya disini Anda akan mendapatkan 'pemotongan' suku bunga. Lumayan, kan?

Tapi harus diingat bahwa strategi ini adalah cuma solusi sementara, dimana tujuan Anda adalah untuk meringankan beban hutang kartu Anda. Biar bagaimanapun, Anda tetap perlu membayar tagihan hutang Anda. Dan perlu diperhatikan juga, supaya jangan langsung percaya dengan suku bunga rendah yang ditawarkan oleh bank-bank tersebut. Perhatikan dan baca baik-baik penawaran yang diberikan oleh bank tersebut, sebelum Anda mengambil keputusan untuk memindahkan saldo hutang kartu kredit Anda.

LANGKAH 3 : BAYAR SETIAP TAGIHAN DENGAN LUNAS, DAN ATUR PEMAKAIAN ANDA

Disiplinkan diri Anda. Pada saat tagihan datang, dan Anda memang memiliki uangnya, bayar saja tagihan Anda secara lunas. Jangan biasakan tidak membayar tagihan Anda secara lunas. Bila Anda tidak membayar tagihan kartu Anda secara lunas, maka bunganya bisa 'membunuh' Anda pelan-pelan.

Ingat, kartu kredit cuma sebuah cara untuk meminjam uang bank selama sekitar 25-30 hari. Setelah itu Anda tetap harus membayar secara tunai. Bila Anda bisa membayar tagihannya secara lunas, bagus. Tapi bila tidak, maka akan lebih baik bila Anda menghentikan dulu pemakaian kartu Anda.

Tambahan lagi, kalau memang tidak kepepet sekali, jangan gunting kartu Anda. Ingat, ada suatu saat dalam kehidupan Anda dimana Anda berada dalam keadaan darurat, dan tidak punya uang tunai untuk membayar suatu transaksi. Mungkin malam-malam Anda perlu pergi ke ruang Gawat Darurat di RS. Disini kartu kredit Anda bisa berguna kalau Anda tidak membawa cukup uang tunai.

Oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 680/XIV

Read More......

Saturday, April 14, 2007

Bilamana Kita Harus Mengambil Kredit ?

Dua nomor yang lalu ketika saya menulis tentang kredit tanpa agunan (KTA), saya menerima banyak sekali telepon dan surat elektronik dari pembaca yang menanyakan tentang bank mana saja yang menjual produk KTA. Ini menunjukkan banyaknya minat pembaca untuk mengambil kredit.

Kredit sebetulnya dibuat untuk memudahkan Anda. Baik dalam membuka usaha, membeli sesuatu, atau mengatasi kebutuhan tertentu atas sejumlah dana. Orang yang tidak punya uang tunai, seringkali bisa membeli sesuatu dengan cara mengambil kredit. Kalau Anda harus menabung dulu sebelum bisa membeli suatu barang, mungkin dengan mengambil kredit Anda bisa membeli dulu, dan menabungnya belakangan. Hanya saja, menabungnya dalam bentuk membayar ke bank.

Sayangnya sering ada masalah yang muncul dalam mengambil kredit. Orang sering terjebak mengambil kredit walaupun sebenarnya dia bisa membayarnya secara tunai. Banyak orang berpikir, kalau saya bisa kredit untuk membeli suatu barang, kenapa saya harus membeli secara tunai (walaupun uang tunainya ada)? Padahal sudah jelas bahwa total uang yang Anda bayar bila Anda membeli barang secara kredit akan lebih besar daripada bila Anda membeli barang tersebut secara tunai. Malah makin lama jangka waktu kreditnya, jumlah uang yang harus Anda bayar biasanya akan makin besar.

Anehnya, walaupun demikian, masih banyak saja orang yang mengambil kredit untuk membeli barang walaupun dia punya uang tunainya. Pikiran yang seringkali muncul adalah bahwa dengan mengambil kredit, seseorang bisa memanfaatkan uang tunai (yang sudah dia miliki) untuk keperluan lain.

Dari situlah muncul pertanyaan, kapan sih sebetulnya seseorang harus membeli barang secara kredit? Dalam tulisan kali ini saya akan membahas tentang kapan Anda harus membeli barang secara kredit, dan kapan Anda harus membeli barang secara tunai.

DUA MACAM NILAI BARANG

Dalam berhutang, ada dua macam barang yang bisa Anda hutangkan. Yang pertama adalah barang-barang yang nilainya menurun, dan yang kedua adalah barang-barang yang nilainya menaik.

Contoh barang yang nilainya menurun yang sering kita hutangkan adalah:

1. Kendaraan.

Iya dong, kalau Anda membeli kendaraan dan memakainya dalam jangka waktu ­ katakan ­ enam bulan, maka setelah enam bulan kendaraan tersebut biasanya tidak bisa Anda jual kembali dengan harga yang sama ketika Anda membelinya, tetapi malah lebih rendah. Ini wajar karena kendaraan tersebut mengalami penyusutan nilai. Kecuali nilai dolar tidak naik tinggi sekali, maka harga jual mobil Anda ketika Anda menjualnya kembali harusnya lebih rendah dibanding ketika Anda membelinya, bukan malah lebih tinggi.

2. Barang-barang elektronik.

Apakah Anda punya barang elektronik di rumah? Apakah Anda ingat berapa harganya ketika Anda membelinya dulu? Bila Anda ingat, sekarang bisakah Anda jual lagi barang tersebut dengan harga yang sama dengan ketika Anda membelinya waktu itu? Biasanya tidak. Ini karena barang elektronik adalah barang yang mengalami penyusutan juga.

Oke, itu adalah contoh barang yang nilainya menurun. Selain barang yang nilainya menurun, ada juga barang yang nilainya menaik. Contohnya adalah properti. Properti terdiri atas tanah dan bangunan. Dalam jangka panjang (diatas 10 tahun), nilai properti biasanya naik terus (tanahnya, bukan bangunannya). Ini karena kebutuhan atas tanah terus meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk dunia, sedangkan jumlah tanah tidak bertambah.

MENENTUKAN KREDIT ATAU TIDAK

Seksarang masalahnya, kapan kita harus mengambil barang secara kredit dan kapan kita harus mengambil barang secara tunai? Dibawah ini adalah tipsnya:

Akan lebih baik apabila Anda mengurangi kebiasaan berhutang Anda sebisa mungkin bila barang yang Anda beli tersebut nilainya menurun. Ini karena apabila Anda berhutang dengan cara mengambil kredit, maka jumlah yang Anda bayar biasanya akan lebih mahal dibanding apabila Anda membayar secara tunai.

Kendaraan misalnya. Bila Anda membeli Kendaraan secara tunai, Anda mungkin harus membayar Rp 75 juta rupiah. Tetapi bila Anda membeli kendaraan itu secara kredit (kredit 12 bulan misalnya), maka jumlah yang Anda bayar jatuhnya mungkin akan menjadi Rp 90 juta. Malah, semakin panjang jangka waktunya, jumlah yang Anda bayar akan makin mahal. Mungkin menjadi Rp 110 juta (untuk jangka waktu kredit 24 bulan) atau Rp 130 juta (kredit 36 bulan = 3 tahun). Melihat hal itu, maka pertanyaannya disini adalah: buat apa Anda membayar mahal untuk barang yang nilainya menurun?

Jadi, untuk barang yang nilainya menurun, bayar saja secara tunai kalau memang Anda bisa membayar tunai, supaya jumlah yang Anda bayar akan makin murah.

Bagaimana bila Anda tidak mampu membayar tunai? Solusinya: ambil kredit dengan jangka waktu sependek mungkin yang Anda bisa. Ini karena makin pendek jangka waktunya, makin murah jumlah yang harus Anda bayar. Semakin panjang jangka waktu kreditnya, semakin mahal pula jumlah yang harus Anda bayar secara total. Ingat sekali lagi bahwa barang yang Anda beli adalah barang yang nilainya menurun. Jadi buat apa membayar mahal untuk barang yang nilainya toh akan menurun?

Sekarang, bagaimana bila barang yang Anda hutang tersebut nilainya menaik? Apabila barang yang Anda hutangkan itu secara jangka panjang nilainya menaik (meningkat), maka tidak apa-apa bila Anda mengambilnya secara berhutang, walaupun Anda memang memiliki uang tunai untuk melunasinya secara tunai.

Properti misalnya. Seperti yang Anda tahu, properti terdiri atas Tanah dan Bangunan. Untuk tanah, secara jangka panjang (diatas 10 tahun) nilai tanah mungkin bisa meningkat sekitar 30 persen per tahun. Peningkatan tersebut masih jauh lebih besar dibanding suku bunga KPR yang Anda bayar, yang pada saat ini berada di kisaran 20 persen per tahun.

Jadi, tidak apa-apa bila Anda membeli rumah dengan cara KPR walaupun Anda punya uang tunainya. Maksudnya, membeli rumah secara tunai jelas akan lebih murah. Tapi membeli rumah lewat kredit secara jangka panjang jatuh-jatuhnya Anda akan untung juga karena kenaikan nilai properti Anda (tanahnya lho) masih lebih besar daripada suku bunga KPR yang Anda bayar.

Mudah-mudahan dengan pengetahuan di atas, Anda bisa bijaksana memutuskan kapan akan membeli barang secara kredit. Mengingat tingginya minat pembaca NOVA terhadap produk-produk kredit, pada beberapa nomor mendatang saya akan menyajikan tulisan tentang dua produk kredit yang paling banyak diambil orang. Yaitu Kredit Kepemilikan Kendaraan dan Kredit Pemilikan Rumah. Tidak lupa juga disertai dengan strategi dalam mengambil kredit tersebut. Sampai ketemu.

Oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 693/XIV

Read More......

Sunday, April 8, 2007

Strategi Mengambil Kredit Pemilikan Rumah

Dua nomor lalu kita telah membahas tentang persiapan apa yang harus Anda lakukan bila ingin membeli rumah. Sekarang, kita akan membahas tentang apa yang harus Anda lakukan bila Anda ingin membeli rumah secara kredit.

Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, pembelian rumah bisa dilakukan dengan dua macam cara: tunai maupun kredit. Anda bisa membeli rumah secara tunai bila Anda memiliki uang yang nilainya sama dengan harga rumah yang Anda inginkan. Sebagai contoh, bila harga rumah adalah Rp 100 juta (bangunan plus tanah), maka Anda bisa membeli rumah tersebut secara tunai bila Anda memang punya uang tunai sebesar Rp 100 juta.

Masalahnya, kebanyakan keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke bawah seringkali tidak memiliki uang tunai sebanyak itu. Jumlah uang tunai yang mereka punya mungkin hanya 60%-nya, 40%-nya, atau bahkan mungkin cuma 30%-nya. Lalu bagaimana solusinya? Solusinya adalah dengan membeli rumah tersebut secara kredit.

Sekarang, bisa tidak Anda mengambil kredit? Kalau Anda datang ke bank, maka bank biasanya memiliki produk kredit yang bisa dimanfaatkan untuk membeli rumah. Nama produk ini adalah KPR atau Kredit Pemilikan Rumah. Untuk bisa mengambil KPR, maka bank biasanya tidak akan mau membayari rumah Anda 100%. Mereka hanya akan membayari rumah Anda sekitar 70% dari harga rumah, sisanya yang 30% harus Anda bayar sendiri dari kantong Anda.

Bagaimana caranya? Kalau harga rumah yang Anda inginkan adalah Rp 100 juta, maka Anda harus membayar dulu 30%-nya dari kantong Anda (dalam contoh ini berarti Rp 30 juta). Setelah itu, barulah bank akan melunasi sisanya yang 70% (yaitu Rp 70 juta). Disini, jumlah 30% yang Anda bayar dianggap oleh bank sebagai Uang Muka (Down Payment = DP), dan jumlah 70% yang dipinjamkan bank untuk membayar sisa harga rumah akan menjadi hutang bagi Anda yang harus Anda cicil pembayarannya, tentunya disertai dengan bunga.

Pertanyaan berikutnya, apakah Anda punya dana yang cukup untuk membayar Uang Muka yang 30% itu? Kalau ya, bagus. Ini berarti Anda tinggal melanjutkan ke langkah yang berikutnya, yaitu mengajukan Permohonan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) ke bank. Tetapi bagaimana bila Anda tidak memiliki dana untuk membayar Uang Muka tersebut? Ini berarti Anda harus menabungnya terlebih dahulu, dan jangan memaksakan diri untuk mengajukan Permohonan KPR sekarang juga. Ingat sekali lagi, bank hanya akan memberikan kredit bila Anda mau membayar jumlah sebesar 30%-nya terlebih dahulu. Kalau Anda tidak punya uang yang 30%-nya itu, maka Anda harus menabungnya lebih dulu.

Mengajukan Permohonan KPR ke Bank

Oke, Anda sudah melihat-lihat rumah dan sudah tahu harganya. Anda juga sudah menghitung bahwa Anda punya cukup dana untuk bisa membayar porsi yang 30% sebagai Uang Muka Rumah. Sekarang, Anda memutuskan untuk mengajukan Permohonan KPR kepada bank.

Pada saat ini, sebagian besar bank pada umumnya menyediakan fasilitas KPR. Anda bisa datang ke salah satu bank yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal Anda, datang ke Customer Service-nya dan mengutarakan maksud Anda. Mereka biasanya akan menyerahkan sebuah Formulir Permohonan KPR untuk Anda bawa pulang dan isi, untuk lalu diserahkan lagi kepada bank. Di situlah bank akan membaca jawaban Anda dan menganalisanya.

O ya, tidak semua Permohonan KPR dari calon nasabah akan diterima oleh bank. Ini karena bank biasanya mempunyai kriteria sendiri dalam meluluskan Formulir Permohonan KPR yang masuk kepada mereka. Apa saja kriterianya?

1. Orang tersebut harus berusia maksimal 50 tahun ketika mengajukan Permohonan KPR kepada bank.

2. Orang yang bersangkutan harus sudah bekerja dan memiliki penghasilan, yang dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tertentu. Penghasilan tersebut minimal besarnya harus 3 kali dari jumlah cicilan KPR yang diinginkan tiap bulannya, bila KPR tersebut diluluskan

3. Bila orang itu pernah memiliki hutang di tempat lain, maka orang itu harus memiliki sejarah pembayaran kredit yang baik di sana, terutama pada masa duabelas bulan terakhir.

Strategi agar Permohonan KPR Bisa Diterima

Nah, melihat kriteria-kriteria tersebut, ada baiknya kalau Anda memiliki strategi khusus sebelum mengajukan Permohonan KPR kepada bank. Tujuannya agar Permohonan KPR Anda bisa diluluskan oleh pihak bank. Karena itu, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebelum Anda mengajukan Permohonan KPR kepada bank:

1. Siapkan dokumen keuangan yang diperlukan:

Siapkan dokumen keuangan yang pasti (atau hampir pasti) akan diminta oleh pihak bank. Apa itu? Bila Anda adalah seorang karyawan yang bekerja di perusahaan, maka dokumen yang akan diminta oleh bank adalah:

a. Surat Keterangan Bekerja di Perusahaan (minimal Anda harus sudah bekerja di perusahaan tersebut selama 2 tahun)
b. Slip Gaji Asli
c. Catatan Rekening Bank (minimal selama 3 bulan terakhir)

Bila Anda adalah seorang wiraswastawan, maka dokumen yang akan diminta oleh bank adalah:

a. Daftar Pelanggan Anda (bila memungkinkan)
b. Daftar Pemasok Anda (bila usaha Anda bersifat usaha dagang)
c. Bukti Transaksi Keuangan Anda dengan Pelanggan (seperti bon atau faktur)
d. Catatan Rekening Bank (minimal selama 3 bulan terakhir)
e. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
f. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) � bila usaha Anda bersifat usaha dagang)
g. TDP (Tanda Daftar Perusahaan)

Bila Anda adalah seorang profesional, maka dokumen yang akan diminta oleh bank adalah:
a. Daftar Pelanggan atau klien Anda (bila memungkinkan)
b. Bukti Transaksi Keuangan Anda dengan Pelanggan (seperti bon atau faktur)
c. Catatan Rekening Bank (minimal selama 3 bulan terakhir)
d. NPWP
e. Surat Izin Praktek (untuk beberapa profesi tertentu)

2. Siapkan kelengkapan dokumen dari jaminan yang akan diajukan

Bila Anda membeli rumah secara kredit, maka rumah yang akan dibeli tersebut biasanya akan diminta oleh bank untuk dijaminkan kepada mereka. Ini berarti, apabila Anda tidak bisa meneruskan pembayaran cicilan KPR Anda (macet dan tidak ada penyelesaiannya), maka rumah itu akan disita oleh bank untuk mengganti sisa hutang yang belum Anda bayar.

Itulah sebabnya, adalah penting bagi bank untuk memeriksa lebih dulu kelengkapan dokumen dari rumah yang akan dijaminkan tersebut. Apa saja dokumen itu?

a. Sertifikat Tanah
b. Sertifikat IMB + Blue Print (cetak biru gambar rumah tersebut)
c. SPPT PBB Tahun terakhir

Dengan demikian, selama Anda membayar Cicilan KPR Anda, maka dokumen-dokumen tersebut akan disimpan oleh bank sampai cicilan KPR Anda lunas. Jadi, pastikan Anda mengecek terlebih dahulu kelengkapan dari dokumen-dokumen tersebut sebelum Anda mengajukan Permohonan KPR Anda kepada bank.

3. Perbaiki Penampilan Keuangan Anda

Anda juga perlu memperbaiki penampilan keuangan Anda agar bank bisa menangkap "kesan" yang baik terhadap keuangan Anda. Dengan memperbaiki penampilan keuangan Anda, maka akan makin besar kemungkinannya bahwa bank akan menerima permohonan KPR Anda. Karena itu, di bawah ini adalah sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam memperbaiki penampilan keuangan Anda:

a. Perbaiki Catatan Rekening Bank yang Anda miliki.

Bila Anda bekerja sebagai karyawan, bank akan meminta slip gaji sebagai bukti bahwa Anda memang memiliki penghasilan sebesar jumlah tertentu setiap bulannya. Namun demikian, jangan lupa bahwa bank mungkin tidak akan percaya begitu saja kepada slip gaji tersebut. Bank biasanya masih akan meminta catatan rekening bank Anda (biasanya berupa laporan rekening koran atau buku tabungan) untuk membuktikan apakah memang benar ada uang masuk sejumlah nilai yang persis sama seperti apa yang tercantum dalam slip gaji Anda.

Sekarang, bila Anda biasa mendapatkan penghasilan secara tunai (bukan transfer), (entah apakah Anda bekerja sebagai karyawan, profesional, atau wiraswastawan) maka usahakan untuk menyetorkan penghasilan tersebut lebih dulu ke rekening Anda, sebelum Anda menggunakannya untuk membayar pengeluaran Anda sehari-hari. Dengan demikian, bank dapat membuktikan bahwa Anda memang memiliki penghasilan secara rutin sebesar minimal sekian rupiah setiap bulannya.

Dan, kalau bisa, usahakan agar catatan rekening bank tersebut menunjukkan adanya pemasukan sekitar minimal tiga sampai enam bulan terakhir penghasilan Anda.

b. Lancarkan pembayaran hutang Anda di tempat lain.

Kalau Anda punya hutang di tempat lain (seperti Hutang Kartu Kredit atau hutang kepada bank lain), usahakan agar pembayaran tagihannya tidak sampai macet. Sebagai informasi saja untuk Anda, bank bisa menganalisa dan mempunyai cara tersendiri dalam memperkirakan kondisi keuangan Anda yang sebenarnya, salah satunya adalah apakah Anda pernah macet atau tidak dalam membayar hutang di tempat lain. Jika diperkirakan bahwa Anda pernah macet dalam membayar hutang Anda di tempat lain, bisa-bisa permohonan kredit Anda akan ditolak karena bank takut hal yang sama bisa terulang kepada mereka. Jadi sekali lagi, lancarkan pembayaran hutang Anda di tempat lain.

Nah, sekarang bagaimana bila Anda ternyata pernah macet dalam membayar tagihan hutang di tempat lain? Kalau itu baru-baru saja terjadi, maka Anda sebaiknya menunda permohonan KPR Anda dan melancarkan dulu pembayaran hutang di tempat lain itu sampai dengan - paling tidak � duabelas bulan ke depan. Setelah duabelas bulan, baru ajukan lagi permohonan KPR Anda kepada bank, karena � walaupun Anda pernah punya tagihan macet di tempat lain, tapi � diharapkan kondisi keuangan Anda sudah baik kembali dalam duabelas bulan itu. Sekali lagi, bank bisa menganalisa dan mempunyai cara tersendiri untuk memperkirakan kondisi keuangan Anda yang sebenarnya, salah satunya adalah apakah baru-baru ini Anda pernah macet dalam membayar hutang di tempat lain.

c. Atur proporsi cicilan hutang Anda.

Perhatikan bahwa bank � mungkin - akan menolak Permohonan KPR Anda bila total cicilan hutang Anda (termasuk cicilan KPR Anda apabila diluluskan) adalah sebesar sepertiga (atau sekitar 33%) dari penghasilan Anda.

Sebagai contoh, bila penghasilan rutin Anda Rp 2 juta per bulan, lalu tiap bulan, Anda mencicil ini dan itu di tempat lain sebesar � sekitar � Rp 600 ribu setiap bulan. Ini berarti, total cicilan hutang Anda setiap bulan sudah memakan sekitar 30% dari penghasilan rutin Anda yang Rp 2 juta per bulan. Nah, andaikata permohonan KPR Anda diterima oleh bank dan Anda harus membayar tambahan cicilan KPR sebesar misalnya Rp 400 ribu sebulan, maka ini berarti total cicilan hutang Anda adalah Rp 1 juta (atau memakan porsi sekitar 50% dari Penghasilan Rutin Anda). Di sinilah bank mungkin akan menolak Permohonan KPR Anda.

Ini karena bank berpendapat bahwa bila total cicilan hutang Anda memakan porsi yang lebih besar daripada sepertiga penghasilan rutin Anda, maka bank "takut" bahwa Anda jadi kesulitan membayar pengeluaran rumah tangga Anda yang lain, sehingga � mungkin � akan tergoda untuk mengambil porsi yang seharusnya digunakan untuk membayar cicilan KPR. Buntutnya, ditakutkan cicilan KPR tidak bisa terbayar setiap bulannya karena uangnya dipakai untuk membayar pengeluaran rumah tangga.

Jadi bila pada saat ini Anda sudah punya Cicilan Hutang yang totalnya sudah mencapai 33% dari penghasilan rutin Anda, jangan harap permohonan KPR Anda bisa diterima. Kurangi dulu porsi cicilan hutang yang 33% tersebut, baru Anda bisa mengharapkan agar Permohonan KPR Anda bisa diterima. Sekali lagi, bagi bank, Cicilan semua hutang Anda, plus cicilan KPR Anda (apabila diluluskan), harus memakan porsi maksimal sebesar 1/3 atau 33% dari Penghasilan Rutin Anda.

Oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 697/XIV

Read More......